Petualangan Libur Sekolah
W
|
aktu itu memang saat di mana kami sedang liburan kenaikan
kelas. Aku dan teman-teman telah merencanakan kegiatan cycling ke Gua
Selarong sejak beberapa hari sebelumnya. Hari itupun tiba. Aku berencana
meminjam sepeda di rumah nenekku karena sepedaku sedang rusak. Setelah meminjam
sepeda, aku berangkat menuju Bendungan Sudo. Bendungan itu terletak di
Sungai Progo. Dan di sana telah ada dua temanku yaitu Arif dan Rangga yang
datang terlebih dahulu. Kemudian kami memutuskan untuk bertemu dengan
teman-teman lainnya yang ada di sekolah. Sesampainya di sana, ternyata mereka
belum sampai dan masih di perjalanan. Beberapa menit kemudian, mereka datang.
“Hei, sudah lama menunggunya?” sapa Arifin, Wisnu, dan Diky bersama-sama.
“Tidak kok !” jawabku. “ Sekarang kita menjemput Megy saja yuk, katanya dia mau
ikut kita,” ajak Rangga dan Arif. “Ya, baiklah,” jawab aku dan teman-teman yang
lain.
Kemudian kami menuju Bundaran Srandakan. Aku, Diky, Wisnu,
dan Arifin menunggu di sebelah utara Bundaran, sedangkan Arif dan Rangga yang
menjemput Megy. Rumah Megy memang tidak jauh dari tempat itu. Setelah
seperempat jam menunggu, akhirnya Megy bersama Arif dan Rangga tiba. Karena
semua teman sudah berkumpul, kami memutuskan untuk segera berangkat menuju Gua
Selarong agar tidak terlalu kesiangan. Kami lewati jalanan lurus dan juga naik
turun. Udara panas membuat tenggorokan kami kering. Lelah mulai terasa, tetapi
kami tetap semangat. Kami lewati desa-desa dan jalan raya. Kadang-kadang, kami
juga bingung, jalan mana yang mau dipilih. Tetapi pada akhirnya, kami sampai di
gerbang menuju Gua Selarong. Rasa lelah pun telah berganti kebahagiaan.
Kemudian, kami memakirkan sepeda masing-masing, dan tak lupa membayar tiket
masuknya. Itu adalah pertama kalinya aku mengunjungi Gua Selarong. Dan menjadi
sebuah pengalaman yang berharga bagiku. Saat kami berjalan, terlihat beberapa
pedagang yang mulai menjajakan dagangannya. Kami hentikan langkah kami di
sebuah sendang. Terlihat di sana air yang mengering dan berbagai sampah yang
berserakan. Kemudian kami menuju air terjun. Di sana kami bermain-main dengan
menaiki batu-batu besar dan juga mengambil foto-fotonya.
Setelah puas bermain, kami menaiki tangga-tangga. Dan
sampailah kami di tingkatan kedua. Di sana ada Gua yang bernama Gua Kakung dan
Gua Putri. Dan konon katanya, gua-gua itu digunakan oleh Pageran Diponegoro
untuk bersembunyi dari serangan Belanda. Gua itu memang tidaklah terlalu dalam
lubangnya, tetapi gua itu menyimpan sejarah yang sangat panjang. Setelah
melihat gua, kami menaiki tangga dan mencapai puncak yang paling atas. Di sana
terdapat sebuah gardu yang bisa digunakan untuk beristirahat. Di sana kami makan
makanan kecil yang dibawa dari rumah dan beristirahat sebentar.
Setelah itu, naluri jelajah kami mulai muncul. Kami
penasaran ingin mengetahui di mana makam Mbah Machfud dan makam Mbah
Soleh berada. Kami berjalan menyusuri jalan yang berbatu dan sepi. Bolak-balik
kami mencarinya. Tetapi entah kenapa, kami tidak menemukannya, walaupun kami
sudah membaca denah yang ada. Karena putus asa dan lelah, kami kembali ke gardu
untuk beristirahat.
Kemudian kami turun dan kembali ke tempat parkiran sepeda.
Di sana kami berfoto dan bercanda bersama dengan perasaan senang. Karena
waktu sudah menunjukkan pukul satu siang, kami pun tidak lupa untuk salat
dzuhur dahulu. Tak jauh dari tempat parkiran, ada sebuah mesjid. Lalu kami
shalat di mesjid itu. Setelah selesai salat , kami beristirahat dan tiduran
sebentar. Kemudian saat tenaga mulai terkumpul, kami bergegas mengambil sepeda
kami. Semuanya mulai menaiki sepeda, tetapi tidak tahu ke mana kita akan pergi.
“Gimana kalau kita ke rumahnya Udin, terus kita makan buah melon di sana,” usul
Rangga kepada teman-teman. “O ya, kami setuju itu,” jawab teman-teman lain.
Lalu kami melanjutkan perjalanan ke rumahku. Kami menyusuri
jalanan yang panjang dan panas. Jalan pulang ini berbeda dengan jalan waktu
berangkat. Kami merasa lelah, tetapi tetap menikmati perjalanan yang cukup
menarik ini. Banyak debu dan asap kendaraan menerpa, tapi tak sedikitpun
menggoyahkan tekad kami. Perjalanan pulang memang terasa lebih cepat dari pada
keberangkatannya.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, kami
akhirnya tiba di Sungai Progo. Di sana terdapat perahu atau gethek yang
terbuat dari bambu. Perahu itu dikemudikan oleh beberapa orang dengan
menggunakan bambu panjang. Saat perahu tiba, kami naikkan sepeda-sepeda kami.
Banyak juga selain kami yang naik di perahu itu. Perahu itu digunakan karena
jembatan yang terbuat dari bambu telah rusak terkena arus air yang kuat. Untuk
sebagian teman-temanku, itu adalah pengalaman pertama mereka naik perahu bambu
dan mereka merasa senang.
Sampai di seberang sungai, berarti telah sampai di Kulon
Progo. Kemudian kami turun dan membayar biaya transportasinya, setiap sepeda
seribu rupiah. Aku pun mengajak mereka untuk segera naik sepeda dan melanjutkan
perjalanan ke rumahku. ”Ayo, nanti kesorean, kalian ikuti Aku dan Arif, lewati
saja jalan ini,” ajakku. Lalu kami menaiki sepeda kami dan mulai bersepeda
kembali. Sekitar tiga kilometer lagi kami sampai di rumahku. Kami kencangkan
laju sepeda kami. Beberapa jalan ada yang naik turun dan juga ada yang rusak.
Tapi kami tetap melewatinya dengan hati yang riang. Canda tawa di jalan
menemani kami agar kami tidak cepat merasa bosan.
Sedikit-demi sedikit kami pun hampir sampai. Saat berada di
sebuah turunan, temanku yang bernama Arifin atau sering kami panggil Ipin telah
melaju dengan cukup kencang. Dia hampir menabrak truk pengangkut melon yang
sedang parkir. Tak tau kenapa, dua kali ke rumahku, dua kali juga dia hampir
menabrak truk melon. Ya mungkin karena saat itu rem sepedanya sedang rusak.
Lalu sampailah kami di rumahku. Saya dan teman-teman
memakirkan sepeda di halaman rumah dan segera masuk ke rumahku. Di sana aku
menawari teman-temanku untuk makan buah melon. Kebetulan waktu itu sedang panen
buah melon. “Silahkan, ayo melonnya dimakan,” tawarku kepada teman-teman. “Oya
jelas, tentu kami tidak akan sungkan menghabiskannya,” sahut salah seorang
temanku. Suasana senang dan tawa bercampur menjadi satu. Dan itu membuat
kenangan yang indah untuk tidak bias dilupakan. Selesai makan, aku dan
teman-teman bermain sepak bola di halaman rumah.
Setelah itu, kami beristirahat sebentar dan melanjutkan
untuk makan. Semuanya selesai, teman-temanku berpamitan untuk pulang karena
sudah lelah dan sudah sore. “Karena sudah sore, kami pulang dulu, ya, Din,”
pamit teman-temanku. “Ya, baiklah, hati-hati di jalan, karena banyak jalan yang
terjal,” jawabku kepada mereka. Mereka pun pulang dengan mengayuh sepedanya
masing-masing. Dan itu menjadi akhir petualangan kami di hari itu. Walaupun
melelahkan, tetapi tetap menyenangkan dan mengesankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar